Kamis, 28 April 2011

Semantik


JENIS MAKNA

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan perbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna.
Makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.
Makna mempunyai beberapa jenis, berikut pembagiannya:
·         Menurut jenis semantiknya, makna dibagi atas:
1.      Makna Leksikal
2.      Makna Gramatikal
·         Menurut ada atau tidaknya referen pada sebuah kata, makna dibagi atas:
1.        Makna Referensial
2.        Makna Nonreferensial
·         Menurut ada atau tidaknya nilai kata pada sebuah kata, makna dibagi atas:
1.      Makna Denotatif
2.      Makna Konotatif
·         Menurut ketepatan makna, makna dibagi atas:
1.      Makna Kata atau makna umum
2.      Makna Istilah atau makna khusus
A.      Pengertian Makna
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Ferdinand de Saussure, sebagai bapak linguistik mengemukakan bahwa tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu yang diartikan dan yang mengartikan. Yang diartikan adalah konsep atau makna dari suatu tanda-tanda bunyi. Yang mengartikan adalah bunyi-bunyi itu sendiri. Dengan kata lain, menurut Ferdinand, tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah arti; maksud pembicara atau penulis. Selain itu, makna merupakan objek studi semantik. Sedangkan Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1) maksud pembicara; 2) pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3) hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya; 4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa (Harimurti Kridalaksana, 2008: 148).
Dari pengertian para ahli bahsa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.

B.       Jenis Makna
Makna mempunyai beberapa jenis, berikut pembagiannya:
·         Menurut jenis semantiknya, makna dibagi atas:
1.      Makna Leksikal
2.      Makna Gramatikal
·         Menurut ada atau tidaknya referen pada sebuah kata, makna dibagi atas:
1.        Makna Referensial
2.        Makna Nonreferensial
·         Menurut ada atau tidaknya nilai kata pada sebuah kata, makna dibagi atas:
1.      Makna Denotatif
2.      Makna Konotatif
·         Menurut ketepatan makna, makna dibagi atas:
1.      Makna Kata atau makna umum
2.      Makna Istilah atau makna khusus

2.1    Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna Leksikal terdiri dari 2 kata, yaitu kata makna dan kata leksikal. Pengertian makna sendiri seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya ada berbagai pengertian makna. Misalnya saja dalam KBBI bahwa pengertian makna yaitu arti; maksud pembicara atau penulis, sedangkan leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon atau vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata.
Dengan demikian, makna leksikal adalah makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut: “tangan Wiwit terkilir”. Makna “tangan” pada kalimat tersebut adalah salah anggota tubuh manusia dari siku sampai ujung jari. Lain halnya dengan kalimat berikut “tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”. Makna “tangan” pada kalimat tersebut bukan lagi anggota tubuh manusia, melainkan bermakna “memberi”. Dengan kata lain, makna leksikal adalah makna yang berkaitan dengan kata atau yang biasa dikenal dengan makna yang ada dalam kamus.
Sedangkan makna gramatikal adalah oposisi atau lawan dari makna leksikal. Makna gramatikal adalah makna  yang sesuai dengan tata bahasa. Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses reduplikasi.
Perhatikan contoh kalimat berikut:
Baju ibu terbakar oleh setrika kemarin.
Makna “terbakar” pada kalimat tersebut merupakan suatu perbuatan yang tidak disengaja. Kata terbakar yang asal katanya dari kata “bakar” memiliki makna panggang; sesuatu yang dipanaskan atau dipanggang oleh api.

2.2    Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut “meja” dan “kursi”. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata kerena dan kata tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
Dapat disimak bahwa kata-kata yang termasuk kategori kata penuh, seperti sudah disebutkan di muka, adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial; dan yang termasuk kelas kata tugas seperti preposisi dan konjungsi, adalah kata-kata yang termasuk kata bermakna nonreferensial.
Karena kata-kata yang termasuk preposisi dan konjungsi, juga kata tugas lainnya, tidak mempunyai referen, maka banyak orang menyatakan kata-kata tersebut tidak memiliki makna. Kata-kata tersebut hanya memiliki fungsi atau tugas. Lalu, karena hanya memiliki fungsi atau tugas, maka dinamilah kata-kata tersebut dengan nama kata fungsi atau kata tugas. Sebenarnya kata-kata ini juga mempunyai makna hanya tidak mempunyai referen. Hal ini jelas dari nama yang diberikan semantik, yaitu kata yang bermakna nonreferensial. Mempunyai makna, tetepi tidak memiliki referen.
Di sini perlu dicatat adanya kata-kata yang referennya tidak tetap. Dapat berpindah dari satu rujukan kepada rujukan lain, atau juga dapat berubah ukurannya. Kata-kata yang seperti ini disebut kata-kata deiktis. Misalnya kata ganti aku dan kamu. Kedua kata ini (dan juga kata ganti yang lain) mempunyai rujukan yang berpindah-pindah, dari persona yang satu kepada persona yang lain. Contoh lain, perhatikan kata di sini dalam ketiga kalimat berikut!
a)      Tadi dia duduk di sini
b)      “Hujan terjadi hampir setiap hari disini”, kata walikota Bogor.
c)      Di sini, di Indonesia, hal seperti itu sering terjadi.
Pada kalimat a) kata di sini menunjukan tempat tertentu yang sempit sekali. Mungkin sebuah bangku, atau hanya pada sepotong tempat dari sebuah bangku. Pada kalimat b) di sini merujuk pada sebuah tempat yang lebih luas yaitu kota Bogor. Sedangkan pada kalimat c) di sini merujuk pada daerah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Contoh lain, dalam percakapan melalui telepon antara A di Rawamangun dan B di Kebayoran ada di dialog berikut:
A : hallo di sini A ingin bicara dengan...
B : ya, di sini saya sendiri, B ...
Jelas yang di maksud A di sini adalah di Rawamangun, sedangkan yang di maksud B di sini adalah kebayoran. Jadi referennya tidak sama (tentang kata-kata deiktis lebih jauh, lihat Poerwa 1984).
Bagaimana dengan referen kata kaki, misalnya, pada frase kaki gunung dan kaki langit? Menurut Verhaar (1978) kata kaki pada frase itu diterapkan secara salah. Referen kata kaki tetap mengacu pada anggota tubuh manusia. Referen itu tidak berpindah dari manusia kepada gunung atau langit. Yang sebenarnya terjadi adalah kata kaki pada kedua frase itu digunakan secara metaforis, perbandingan. Yang diperbandingkan adalah kaki sebagai anggota tubuh manusia sebelah bawah dengan bagian bawah dari gunung atau langit itu.
2.3    Makna Konotatif dan Denotatif
Sebuah kata disebut memiliki makna konotatif apabila mempunyai nilai rasa. Makna konotatif adalah makna yang  mempunyai tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa (KBBI, 2008).
Misalnya pada kata dia dan beliau. Kata beliau memiliki nilai rasa yang lebih tinggi dari pada kata dia. Hal ini terbukti dari penggunaan kata beliau yag biasa digunakan untuk panggilan orang-orang yang teerhormat atau orang yang lebih tinggi kedudukannya. Contoh lainnya adalah kata wanita dan perempuan. Perhatikan perbandingan makna dari kata-kata tersebut.

Wanita
Perempuan
·         Berpendidikan lebih
·       Berpendidikan kurang
·         Modern dalam segala hal (sikap,     pandangan, pakaian, dsb)
·         Tidak atau kurang modern (sikap, pandangan, pakaian, dsb)
·         Kurang berperasaan keibuan
·         Berperasaan keibuan
·         Malas ke dapur
·         Rajin ke dapur

Makna denotasi adalah makna yang menyangkut informasi-informasi factual objektif atau biasa disebut makna sebenarnya. Seperti pada kata “beliau” dan “dia” memiliki makna denotasi yang sama yaitu “panggilan sebagai pengganti orang ketiga tunggal”. Dan pada kata “wanita” dan perempuan memilki denotasi yang sama yaitu “manusia dewasa bukan laki-laki dan juga bukan banci”.

2.4         Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna. Makna sebuah kata walaupun secara sinkronis tidak berubah tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan, dapat menjadi bersifat umum. Dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kalau lepas dari konteks kalimat, maka kata itu menjadi umum dan kabur. Misalnya pada kata “jatuh” sebelum kata itu berada dalam konteks kalimat maka masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas.
Ketika kata “jatuh” sudah tertata dalam konteksnya maka kata tersebut sudah jelas maknanya. Contoh pada beberapa kalimat di bawah ini:
a.       Adik jatuh dari sepeda.
b.      Dia jatuh dalam ujian yang lalu
c.       Dimas jatuh cinta pada ice.
d.      Kalau harganya jatuh lagi kita akan bangkrut.
Dari uraian kalimat di atas terlihat jelas ada makna ambigu atau ketidakjelasan makna. Misalnya pada kalimat (a) kata “jatuh” diartikan sebagai terlepas dari sepeda, (b) kata “jatuh” diarikan mendapatkan nilai yang jelek pada saat ujian, (c) kata “jatuh” diartikan menjadi benih-benih cinta, (d) kata “jatuh” berarti kemerosotan harga atau turun harga. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas.
Berbeda dengan makna istilah, maka yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, dan tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
Dalam bidang kedokteran, misalnya kata tangan dan lengan digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang berbeda. Tangan adalah dari pergelangan sampai ke jari-jari; sedangkan lengan dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
Di luar bidang istilah dikenal juga adanya pembedaan kata dengan makna kata umum dan kata dengan makna khusus atau makna yang lebih terbatas. Misalnya dalam deretan sinonim besar, agung, akbar, raya, dan kolosal; kata besar adalah kata yang bermakna umum dan pemakaiannya lebih luas daripada kata yang lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya, dan kolosal dengan kata besar itu secara bebas. Sebaliknya dalam bahasa umum lengan dan tangan serta besar dianggap  bersinonim, sama maknanya.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
--------. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineke Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Prawirasumantri, Abud dkk. 1997. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen  Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugono, Dendy (pem red) dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar